Materi Khutbah Jum'at yang Dipersembahkan oleh Tim Asatidz
Majelis Syiar Islam
Majelis Syiar Islam
Al-Qur’an Sebagai Obat Hati dan Penyembuh Jiwa
Oleh Buya Hasbi
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
الحمد لله الذي أنزل الكتاب هدى وشفاءً ورحمةً للعالمين، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، له الملك وله الحمد وهو على كل شيء قدير، وأشهد أن محمدًا عبده ورسوله، صلى الله عليه وعلى آله وصحبه أجمعين، ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين
أما بعد، فأوصيكم عباد الله ونفسي المقصّرة الخاطئة بتقوى الله، فهي وصية الله للأولين والآخرين، قال تعالى
وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُوا اللَّهَ
Tema khutbah kita hari ini adalah: “Al-Qur’an Sebagai Obat Hati dan Penyembuh Jiwa.” Ini adalah tema penting dan sangat relevan dengan keadaan umat di zaman ini. Di tengah gelombang kegelisahan, tekanan batin, dan godaan dunia yang kian berat, kita butuh sandaran sejati: yaitu kalāmullah, firman Allah yang menenangkan.
Banyak orang hari ini merasakan sesak dada, kecemasan, kesedihan, bahkan kehilangan arah dalam hidup. Mereka mencari ketenangan lewat hiburan, harta, media sosial, dan pelarian duniawi lainnya. Tapi semua itu hanya ilusi, tak mampu menyentuh inti masalah: yaitu penyakit di dalam hati.
Allah Ta’ala berfirman:
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ
"Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an sesuatu yang menjadi obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman." (QS. Al-Isra’: 82)
Al-Qur’an adalah syifa’, obat sejati yang menyembuhkan berbagai jenis penyakit hati: dari keraguan menjadi keyakinan, dari putus asa menjadi harapan, dari marah menjadi sabar, dari iri menjadi syukur. Semua itu bisa disembuhkan jika kita kembali kepada Al-Qur’an.
Namun syarat utama agar Al-Qur’an menjadi penyembuh adalah iman yang hidup dan hati yang lapang menerima kebenaran. Karena Allah menyebut, “لِلْمُؤْمِنِينَ” — hanya bagi orang-orang yang beriman. Sedangkan bagi yang berpaling, justru Al-Qur’an bisa menjadi hujjah yang membinasakan mereka di akhirat.
Ma’āsyiral muslimīn,
Mari kita renungkan, betapa sering hati kita gelisah tanpa sebab. Kita mudah marah, mudah sedih, sulit bersyukur. Semua itu adalah tanda bahwa hati sedang sakit dan butuh disembuhkan. Dan Al-Qur’an adalah resep paling sempurna dari Rabb kita Yang Maha Tahu isi hati manusia.
Allah juga berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِّمَا فِي الصُّدُورِ
"Wahai manusia! Telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu, penyembuh bagi apa yang ada dalam dada..." (QS. Yunus: 57)
Ayat ini sangat dalam maknanya. Allah menyebut bahwa penyakit yang ada di dalam dada — yaitu penyakit hati dan jiwa — hanya bisa disembuhkan dengan mau’izhah dari Rabb, yaitu Al-Qur’an.
Kita bisa membaca Al-Qur’an kapan saja: pagi, petang, sebelum tidur, atau selepas shalat. Tapi yang penting adalah tadabbur – merenungi makna ayat-ayat yang kita baca. Bukan sekadar lantunan, tetapi kalimat yang benar-benar menyentuh kesadaran hati.
Rasulullah SAW bersabda:
"الْقُرْآنُ شَافِعٌ مُشَفَّعٌ، وَمَا حِلٌّ مُصَدَّقٌ، مَنْ جَعَلَهُ أَمَامَهُ قَادَهُ إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَنْ جَعَلَهُ خَلْفَ ظَهْرِهِ، سَاقَهُ إِلَى النَّارِ"
"Al-Qur’an adalah pemberi syafa’at yang diterima. Barang siapa menempatkannya di hadapan, ia akan memimpinnya ke surga. Dan barang siapa menempatkannya di belakang, maka ia akan menyeretnya ke neraka." (HR. Ibnu Hibban)
Maka jangan remehkan satu ayat pun. Bacaan sederhana, jika dilakukan rutin dan ikhlas, akan menjadi cahaya dalam dada. Hati yang gelap karena dosa akan terang kembali jika dibersihkan dengan bacaan Qur’an setiap hari.
Al-Qur’an juga menguatkan jiwa yang lemah. Dalam menghadapi musibah dan ujian hidup, orang yang dekat dengan Al-Qur’an tidak akan mudah panik. Ia tahu bahwa semua ujian datang dari Allah dan janji-Nya adalah benar: bahwa bersama kesulitan ada kemudahan.
Bahkan, Al-Qur’an dapat menjadi pelindung dari sihir, gangguan jin, dan penyakit non-medis lainnya. Banyak ayat ruqyah yang diajarkan Rasulullah, seperti Al-Fatihah, Al-Baqarah, Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas — semua itu menunjukkan bahwa Qur’an adalah penawar yang nyata.
Ma’āsyiral Muslimīn rahimakumullah,
Sudah saatnya kita kembali menjadikan Al-Qur’an sebagai sahabat sejati. Jangan biarkan mushaf kita berdebu, jangan biarkan rumah kita kosong dari lantunan wahyu. Ajak keluarga, anak-anak, istri, untuk membaca dan mencintai Al-Qur’an bersama.
Mulailah dari yang ringan tapi istiqamah. Satu ayat per hari, lalu bertambah menjadi satu halaman, lalu satu juz. Biidznillah, akan lahir keluarga yang tenteram dan hati yang kuat. Karena hati yang penuh Qur’an tak mudah tergoyahkan oleh dunia.
Semoga Allah jadikan kita termasuk ahlul Qur’an, hamba-hamba-Nya yang dicintai karena mereka mencintai kitab-Nya. Semoga dengan Al-Qur’an, hati kita disembuhkan, hidup kita diberkahi, dan akhir hidup kita dimuliakan.
بَارَكَ اللَّهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ. أَقُولُ قَوْلِي هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الْعَظِيمَ لِي وَلَكُمْ، وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِينَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ.
Menjaga Keutuhan Keluarga dalam Arus Digital
Oleh Tim asatidz MSI
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
الحمد لله الذي أنزل على عبده الكتاب نورًا وهدًى وشفاءً لما في الصدور، أحمده سبحانه وأشكره، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدًا عبده ورسوله، أرسله الله بالهدى ودين الحق ليظهره على الدين كله، صلى الله عليه وعلى آله وأصحابه أجمعين، ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين.
أما بعد، فيا أيها الناس، أُوصيكم ونفسي المقصّرة الخاطئة بتقوى الله تعالى، فإنها وصية الله للأولين والآخرين، قال جل وعلا: ﴿وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُوا اللَّهَ﴾.
Tema khutbah kita pada hari ini adalah: “Menjaga Keutuhan Keluarga dalam Arus Digital.” Sebuah tema penting yang menyentuh kehidupan kita saat ini, di tengah derasnya perkembangan teknologi dan media yang memengaruhi cara hidup manusia, termasuk hubungan dalam keluarga.
Teknologi digital adalah nikmat Allah yang besar. Ia membawa kemudahan dalam komunikasi, pendidikan, dan pekerjaan. Namun, jika tidak dibarengi dengan iman dan hikmah, ia bisa menjadi sumber kerusakan moral dan perpecahan keluarga.
Berapa banyak rumah tangga hancur bukan karena kekurangan harta, tetapi karena ketergantungan berlebihan pada media sosial, konten negatif, dan komunikasi yang renggang akibat gadget.
Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
"Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka." (QS. At-Tahrīm: 6)
Menjaga keluarga hari ini bukan hanya dari ancaman fisik, tapi juga dari konten digital yang merusak akidah, akhlak, dan waktu. Banyak anak-anak yang tumbuh tanpa perhatian karena orang tuanya lebih sibuk dengan layar daripada dengan mereka.
Padahal, keluarga adalah benteng pertama dalam membangun generasi. Jika benteng ini rapuh, maka anak-anak akan mencari pegangan dari luar rumah — yang belum tentu baik dan aman.
Nabi SAW bersabda:
"كلكم راعٍ وكلكم مسؤولٌ عن رعيته"
"Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya." (HR. Bukhari & Muslim)
Ayah adalah pemimpin rumah tangga. Ibu adalah penjaga utama pendidikan anak-anak. Maka kesibukan dunia maya jangan sampai membuat kita lalai dari tugas utama kita di dunia nyata.
Kita perlu menata kembali waktu di rumah. Ada saat untuk bersama keluarga tanpa gangguan gadget. Ada waktu khusus untuk duduk bersama, saling bertanya, mendengarkan, dan menanamkan nilai-nilai Islam.
Mari kita hidupkan kembali majlis Qur’an dan doa di rumah. Jadikan rumah kita tempat turun rahmat dan sakinah, bukan tempat penuh suara dunia tanpa ruh.
Anak-anak kita bukan hanya butuh makan dan sekolah. Mereka butuh keteladanan, kasih sayang, pelukan, dan bimbingan langsung dari orang tua. Dan itu tidak bisa digantikan oleh video mana pun di internet.
Hati-hati, wahai kaum Muslimin. Pintu maksiat kini masuk ke rumah lewat ponsel. Jaga diri dan keluarga dengan ilmu, kontrol, dan filter iman. Bukan melarang total, tapi mengarahkan dan mendampingi.
Gunakan teknologi untuk kebaikan. Dengarkan ceramah, baca tafsir, diskusikan nilai-nilai Islam bersama anak. Jangan jadikan gadget sebagai “pengasuh” anak, apalagi pelarian dari masalah keluarga.
Dan jangan lupa untuk berdoa kepada Allah agar menjaga keluarga kita. Karena sekuat apapun usaha, kita tetap butuh perlindungan dari Allah.
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
"Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan dan keturunan sebagai penyejuk mata kami, dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa." (QS. Al-Furqan: 74)
Semoga Allah menjadikan keluarga kita sakinah, mawaddah, dan rahmah. Dijauhkan dari fitnah digital, dan dijaga dalam jalan Islam sampai akhir hayat.
بَارَكَ اللَّهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ، أَقُولُ قَوْلِي هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ لِي وَلَكُمْ، وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِينَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ.
Bahaya Normalisasi Dosa Dalam Budaya Modern
Oleh Buya Hasbi
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
الْـحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ، وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا. نَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ.
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ، أُوصِيكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللَّهِ، فَإِنَّهُ زَادُكُمْ فِي دُنْيَاكُمْ وَنَجَاتُكُمْ فِي أُخْرَاكُمْ، فَقَدْ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى:
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى
Ma’āsyiral Muslimīn rahimakumullāh,
Kita hidup di zaman di mana batas antara kebenaran dan kebatilan semakin kabur. Dosa-dosa yang dahulu dianggap keji, hari ini dinormalisasi, bahkan dipromosikan atas nama kebebasan dan modernitas.
Fenomena ini sangat berbahaya. Ketika maksiat dianggap biasa, maka hati manusia akan mati, nurani akan padam, dan syariat Allah akan dipinggirkan. Ini adalah kondisi yang ditakuti oleh Rasulullah ﷺ dan telah diingatkan dalam Al-Qur’an.
Allah ﷻ berfirman:
بَلْ رَانَ عَلَىٰ قُلُوبِهِم مَّا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Artinya: "Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka." (QS. Al-Muthaffifin: 14)
Ketika dosa terus-menerus dilakukan tanpa rasa takut kepada Allah, maka hati menjadi keras dan tidak lagi peka terhadap kebenaran. Inilah yang terjadi dalam masyarakat yang menormalisasi perzinaan, membuka aurat, dan menghina syiar agama.
Budaya modern seringkali membungkus dosa dengan istilah yang indah. Pergaulan bebas disebut cinta, membuka aurat disebut ekspresi diri, LGBT disebut orientasi seksual, dan semua ini dianggap hak asasi yang harus dihormati.
Padahal Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلَامِ النُّبُوَّةِ الْأُولَى: إِذَا لَمْ تَسْتَحِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ
Artinya: “Di antara perkataan kenabian terdahulu yang masih tersisa adalah: Jika engkau tidak malu, maka lakukanlah sesukamu.” (HR. Bukhari)
Hilangnya rasa malu adalah pintu masuk bagi semua kemaksiatan. Dan budaya hari ini telah banyak mencabut rasa malu dari umat, terutama generasi mudanya, dengan tontonan, bacaan, dan konten-konten yang menyimpang.
Normalisasi dosa bukan sekadar masalah akhlak, tapi juga ancaman bagi keberkahan hidup, keselamatan generasi, dan tegaknya agama di tengah masyarakat. Jika kita diam, maka kita akan ikut menanggung dampaknya.
Allah ﷻ memperingatkan dalam firman-Nya:
وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنكُمْ خَاصَّةً
Artinya: “Dan takutlah kalian terhadap fitnah yang tidak hanya menimpa orang-orang zalim saja di antara kalian.” (QS. Al-Anfal: 25)
Sebagai umat Islam, kita tidak cukup hanya menjaga diri. Kita juga harus meluruskan, menasihati, dan menolak upaya-upaya pembenaran terhadap kemungkaran yang merusak nilai-nilai Islam dalam masyarakat.
Jangan biarkan anak-anak kita tumbuh dalam lingkungan yang menganggap dosa itu biasa. Jangan biarkan keluarga kita disusupi oleh ideologi sesat yang membalikkan kebenaran menjadi kesalahan.
Mari hidupkan kembali semangat amar ma’ruf dan nahi munkar. Didik keluarga kita dengan Al-Qur’an dan sunnah. Perkuat majelis-majelis ilmu dan ajarkan kepada generasi bahwa kemuliaan itu terletak dalam ketaatan kepada Allah, bukan dalam kebebasan yang liar.
Teknologi dan budaya modern bukan musuh, jika digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Tetapi jika digunakan untuk merusak iman dan menormalisasi dosa, maka ia adalah senjata iblis yang paling halus.
Mari kita perbanyak istighfar atas kelalaian kita dalam menjaga nilai-nilai Islam. Jangan sampai kita menjadi umat yang kehilangan jati diri, karena terlalu mengikuti arus dunia yang penuh tipu daya.
Semoga Allah menanamkan dalam hati kita rasa takut kepada-Nya, membenci dosa, dan mencintai kebenaran. Semoga kita dan keluarga kita dijauhkan dari fitnah akhir zaman.
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِي وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Menjaga lisan di Era Komentar dan Status
Oleh KH. Abid Fauzi, MM
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
اَلْـحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الإِنسَانَ، وَعَلَّمَهُ الْبَيَانَ، وَأَمَرَهُ بِالْقَوْلِ الْحَسَنِ، وَنَهَاهُ عَنِ الْكَلَامِ الْقَبِيحِ وَالْمُسِيءِ،
نَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا، أُوصِيكُمْ وَإِيَّايَ نَفْسِيَ الْخَاطِئَةَ بِتَقْوَى اللَّهِ، فَاتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ،
وَاعْلَمُوا أَنَّ أَفْضَلَ الزَّادِ هُوَ التَّقْوَى.
Ma’āsyiral Muslimīn Rahimakumullāh,
Lisan adalah nikmat besar dari Allah ﷻ. Dengannya manusia dapat berkomunikasi, menyampaikan kebenaran, dan menyebarkan kebaikan. Namun, lisan juga bisa menjadi sebab kehancuran seseorang jika tidak dijaga dan dikendalikan.
Di era digital saat ini, fungsi lisan tidak lagi hanya sebatas ucapan. Komentar di media sosial, unggahan status, pesan singkat, dan postingan juga bagian dari lisan, karena mewakili kata-kata dan sikap kita kepada orang lain.
Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
Artinya: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadis ini, Rasulullah ﷺ memberikan standar yang sangat tinggi dalam menjaga lisan: hanya berkata yang baik atau diam. Namun hari ini, banyak orang merasa bebas berkata apa saja di dunia maya, tanpa memikirkan dampaknya.
Komentar pedas, hinaan, fitnah, hujatan, bahkan kebohongan seolah menjadi hal yang biasa. Padahal satu kalimat saja bisa menjadi sebab dosa besar jika menyakiti, menyesatkan, atau menimbulkan kerusakan.
Allah ﷻ berfirman:
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
Artinya: “Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qāf: 18)
Semua yang kita tulis, komentari, dan bagikan tercatat oleh malaikat. Maka kita harus menyadari bahwa jari kita pun bisa menjadi saksi atas amal, karena ia mewakili lisan di zaman digital ini.
Seringkali, perselisihan dan permusuhan bermula dari komentar kecil yang tidak dijaga. Status yang menyindir, komentar yang merendahkan, atau kata-kata kasar yang diposting sembarangan, menjadi bara api yang memicu perpecahan.
Rasulullah ﷺ bersabda:
وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا، يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ
Artinya: “Sesungguhnya seseorang mengucapkan satu kata yang menyebabkan murka Allah, ia tidak menganggapnya berbahaya, padahal karenanya ia terjerumus ke dalam neraka Jahannam.” (HR. Bukhari)
Betapa banyak orang yang merugi di akhirat karena kata-katanya di dunia. Bahkan, banyak permusuhan berkepanjangan, pencemaran nama baik, dan kehancuran ukhuwah Islamiyah terjadi hanya karena kelalaian menjaga lisan.
Di era komentar dan status, kaum muslimin harus tampil sebagai pribadi-pribadi yang santun, bijak, dan jujur. Jangan ikut arus keburukan, apalagi menjadi pelaku adu domba dan fitnah yang merusak nama baik sesama.
Mari kita biasakan membaca kembali sebelum mengirim. Tanyakan pada diri sendiri: apakah ini bermanfaat? Apakah ini menyakiti? Apakah ini akan Allah ridai? Jika ragu, maka diam adalah pilihan yang mulia.
Gunakan media sosial sebagai ladang amal, bukan sebagai tempat menumpahkan amarah, iri, atau kesombongan. Sebarkan dakwah, kata-kata yang menyejukkan, ilmu yang benar, dan ajakan kepada kebaikan.
Ingatlah bahwa kata-kata kita akan diadili di hadapan Allah. Maka berhati-hatilah dalam berkata dan menulis. Kita tidak tahu, satu kalimat kita bisa menjadi sebab surga, atau sebab neraka—na’ūdzu billāh.
Semoga Allah ﷻ membimbing lisan dan jari kita untuk berkata dan menulis yang baik, menjauhkan kita dari perkataan yang sia-sia dan menyakitkan, serta menjadikan kita termasuk orang yang menjaga amanah kata.
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِي وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Memperkuat Ukhuwwah Islamiyyah di Tengah Perbedaan
Oleh KH. Ahmad Sobari Sanin
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
اَلْـحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِ الْمُؤْمِنِيْنَ، وَجَعَلَ الأُخُوَّةَ فِي الدِّيْنِ أَسَاسًا لِلْوِحْدَةِ وَالِاتِّحَادِ، نَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا كَثِيْرًا.
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوصِيْكُمْ وَإِيَّايَ نَفْسِيَ بِتَقْوَى اللَّهِ، فَاتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ، وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
Ma’āsyiral Muslimīn Rahimakumullāh,
Islam adalah agama yang membawa rahmat dan persaudaraan. Ukhuwah Islamiyah bukan hanya sekadar ikatan emosional, tapi juga merupakan perintah syariat yang harus dijaga dan dirawat.
Di tengah zaman yang penuh dengan perbedaan pendapat, aliran, pilihan, bahkan kecenderungan politik, kita sebagai umat Islam diingatkan agar tidak terpecah belah karena hal-hal yang bersifat duniawi atau ijtihadiyah.
Allah ﷻ berfirman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Artinya: "Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, maka damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat." (QS. Al-Ḥujurāt: 10)
Ayat ini adalah dasar dari pentingnya ukhuwah. Bukan hanya dalam ucapan, tapi juga dalam tindakan nyata. Saat terjadi perbedaan, kita diajarkan untuk mendamaikan, bukan memprovokasi.
Rasulullah ﷺ bersabda:
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ، لَا يَظْلِمُهُ، وَلَا يُسْلِمُهُ، وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ، كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ
Artinya: "Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Ia tidak menzaliminya dan tidak menyerahkannya kepada musuh. Barangsiapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memenuhi kebutuhannya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini mengajarkan bahwa ukhuwah memiliki tanggung jawab: melindungi, membantu, dan menjaga kehormatan satu sama lain. Bukan malah saling menjatuhkan.
Perbedaan dalam Islam adalah sebuah keniscayaan. Bahkan di masa para sahabat pun terjadi perbedaan pendapat dalam banyak masalah fiqih. Namun hal itu tidak membuat mereka saling membenci atau mencela.
Apa yang membedakan kita sebagai umat Islam dengan kaum lain adalah semangat untuk bersatu dalam iman dan bertoleransi dalam khilafiyah. Kita boleh berbeda, tapi tidak boleh bercerai-berai.
Persatuan umat bukan berarti harus sama dalam segala hal. Tapi bagaimana kita tetap bisa berjalan bersama dalam keragaman, dengan akhlak, saling menghormati, dan mengutamakan kemaslahatan umat.
Musuh-musuh Islam senantiasa mencari celah untuk memecah belah kita. Salah satu celah yang paling sering digunakan adalah menyulut perbedaan menjadi permusuhan. Maka kita harus waspada dan tidak mudah terprovokasi.
Jangan sampai perselisihan kecil menyebabkan rusaknya ukhuwah. Kita semua bersyahadat yang sama, kiblat yang sama, kitab yang sama, dan mengharap surga yang sama. Lalu kenapa harus saling menjatuhkan?
Gunakan media sosial dan forum publik untuk mempererat ukhuwah, bukan untuk menyulut perdebatan yang sia-sia. Jadilah pembawa damai, bukan penyulut fitnah.
Allah ﷻ berfirman:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا
Artinya: "Berpegang teguhlah kalian semuanya kepada tali Allah, dan janganlah kalian bercerai-berai." (QS. Āli ‘Imrān: 103)
Tali Allah yang dimaksud adalah agama-Nya, al-Qur'an, dan sunnah Rasul-Nya. Jika kita semua berpegang teguh padanya, maka kita akan bersatu, meskipun berbeda dalam cabang-cabang pemikiran.
Mari kita perkuat ukhuwah Islamiyah dengan banyak bersilaturahmi, saling mendoakan, menghindari prasangka buruk, serta menebarkan salam dan senyum kepada sesama muslim.
Hindari sikap fanatik golongan yang berlebihan. Karena fanatisme buta bisa menutup hati dari kebenaran, serta menghalangi kita dari sikap adil dan bijak kepada sesama umat Islam.
Jangan mudah mengkafirkan, membid’ahkan, atau menyalahkan kaum muslimin lain tanpa ilmu. Ingatlah, sesama muslim adalah saudara kita. Mereka punya hak untuk dihormati dan diperlakukan dengan adil.
Semoga Allah ﷻ menyatukan hati kita, mempererat persaudaraan kita, dan menjauhkan kita dari segala bentuk perpecahan, permusuhan, dan penyakit hati.
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِي وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.